| 0 comments ]

2.1 Perkembangan Sistem Seluler

Pada akhir abad 19 Heinrich Rudolf Hertz, Nicola Tesla, Alexander Popov, Eduard brandly, Oliver Lodge, Guglielmo Marconi, Adolphus Slaby, dan beberapa insinyur lainnya melakukan percobaan untuk memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetik. Pada tahun 1898 Tesla mendemonstrasikan perahu yang dikontrol radio. Pada tahun yang sama Marconi membangun jaringan telegraf tanpa kabel di Inggris. Kejadian ini dianggap sebagai kelahiran radio komunikasi.

Perkembangan sistem seluler dimulai pada tahun 1970 dimana Ericson memperkenalkan sistem NMT (Nordic Mobile Telephone) dan AT&T Bell Laboratories memperkenalkan AMPS (Advanced Mobile Phone Service). Pada tahun 1982, Conference of European Postal dan Telecomunications Administration (CEPT) mendirikan GSM untuk membuat standar seluler di Eropa.

Pada tahun 1988 CTIA (Celluler Telecommunications Industry Association) membutuhkan suatu sistem seluler baru untuk mengantisipasi peningkatan jumlah pelanggan seluler. Setelah melakukan pengembangan selama dua tahun maka ditetapkan standar IS-54 yang dikenal sebagai digital AMPS.

Digital AMPS juga dirasakan kurang memenuhi kebutuhan pelanggan, maka dikembangkan suatu sistem seluler baru yang menggunakan teknologi CDMA yaitu IS-95 pada 1992 oleh Qualcomm. Pemakaian teknologi CDMA ini memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut (Brian O' Shoughnessy, 1999) :

peningkatan kapasitas sistem

peningkatan kualitas suara

bersifat lebih pribadi dan aman

perencanaan sistem menjadi lebih sederhana karena tidak diperlukan perencanaan frekuensi yang kritis sehingga dapat menekan biaya

daya pancar lebih kecil sehingga waktu pemakaian baterai menjadi lebih lama dan lebih aman untuk kesehatan pemakai

interferensi dengan peralatan elektronik lain lebih kecil

2.2 Sistem Seluler CDMA

2.2.1 Teknik Spread Spectrum

Teknologi CDMA memfokuskan diri pada teknologi direct sequence spread spectrum. Direct sequence adalah suatu teknik spread spectrum dimana bandwidth ditambah dengan menambah kecepatan bit data. Hal ini dilakukan dengan mengalikan tiap-tiap bit dengan sejumlah subbit yang dinamai chips. Jika diasumsikan ada 10 bit, tiap bit dari sinyal asli dibagi dengan 10 bit terpisah (chips). Hasil dari proses ini akan meningkatkan kecepatan 10 kali lipat, dengan meningkatnya kecepatan data ini maka bandwidth akan meningkat 10 kali lipat juga.

Sinyal informasi dikalikan dengan Pseudo-Noise code (PN code). PN kode adalah rangkaian bit dengan kecepatan tinggi yang bernilai polar dari 1 ke –1 atau non polar 1 ke 0. Pemakaian sejumlah chip kode ini dimaksudkan untuk mendapatkan sinyal-sinyal dalam bit-bit kecil dalam kode PN dari sinyal asli. Hal ini dilakukan dengan mengalikan sinyal asli termodulasi dengan kode PN berkecepatan tinggi yang akan membagi sinyal menjadi bit-bit kecil, oleh karena itu lebar band menjadi bertambah. Proses tersebut diatas ditunjukkan pada gambar 2.1. Jumlah kode chip yang dipakai untuk melebarkan bandwidth berbanding lurus dengan jumlah chip yang digunakan.



Gambar 2.1 Proses pengkodean bit data dengan kode PN

Diasumsikan ada dua pemancar (gambar 2.2) yang mentransmisikan dua pesan berbeda, dianggap bahwa masing-masing pemancar merupakan handphone yang terpisah. Pesan M1(t) dan M2(t) sebagai fungsi waktu dimodulasikan dengan sinyal pembawa berfrekuensi tinggi. Pada sistem spread spectrum, sinyal pembawa yang dipakai untuk memodulasi mempunyai frekuensi yang sama. Keluaran dari modulator ini berupa sinyal S1 dan S2. Setelah modulator, sinyal tersebut dikalikan dengan kode PN-nya masing-masing, C1 dan C2. Dalam contoh ini dipakai kode PN yang bernilai -1 dan 1. Setelah disebarkan dalam bandwidth, masing-masing sinyal ditransmisikan. Karena banyak sinyal ditransmisikan dari transmiter yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, proses transmisi ini diwujudkan dengan penjumlahan spektrum secara sederhana.


>

Gambar 2.2 Sistem pemancar dan penerima CDMA

Pada bagian penerima, sinyal yang diterima akan berupa sinyal spread spectrum. Untuk mendapatkan kembali masing-masing pesan dalam sinyal tersebut maka dilakukan perkalian terhadap sinyal penerimaan tersebut dengan kode PN yang sesuai. Karena telah dipilih kode PN dalam rentangan -1 dan 1, teknik perkalian kode PN ini akan bekerja dengan sempurna. Karena sinyal asli pada pemancar telah

dikalikan dengan kode PN, dan kembali dikalikan dengan kode PN yang sama pada penerima, maka kode PN yang lain dapat dihilangkan dari pesan yang diterima. Gambar 2.3 mengilustrasikan bagaimana kode PN dieliminasi.





Dengan mengeliminasi kode PN maka akan didapatkan pesan yang diinginkan dari sinyal spread spectrum tersebut. Rangkaian penerima yang melakukan hal ini disebut correlator. Correlator akan menurunkan kembali sinyal spread spectrum menjadi sinyal asli dengan band sempit yang berpusat pada frekuensi pembawa pemodulasi. Siyal hasil proses ini kemudian dilewatkan pada band pass filter (BPF) pada frekuensi pembawa. Operasi ini dimaksudkan untuk mendapat kembali sinyal yang diinginkan dan menolak semua sinyal selain frekuensi sinyal yang diinginkan. Peristiwa penolakan ini dikenal dengan processing gain dari proses despreading correlation. Akhirnya sinyal akan didemodulasi untuk menghilangkan frekuensi carrier.

Processing gain adalah akibat langsung dari spreading dan despreading direct sequence pada sinyal radio. Ini mengacu kepada peningkatan signal-to-noise ratio (SNR), dan ini akan menentukan suksesnya komunikasi data. Processing gain meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah chip tiap bit data, dan ini bisa dimanipulasi dengan merancang sistem untuk mendapatkan efek yang diinginkan.

0 comments

Post a Comment