| 5 comments ]

3.1 Bahasa Program

Program simulasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi. Bahasa pemrograman ini memberikan kemudahan-kemudahan dalam membuat tampilan dan dalam perhitungan rumus-rumus matematika. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan dipilihnya Delphi sebagai bahasa program dalam pembuatan simulasi breathing ini.


3.2 Penetapan Parameter-Parameter Perhitungan

Parameter sel CDMA yang digunakan dalam program simulasi cell breathing ini bedasarkan pada standar internasional IS-95 yang ditetapkan pada tahun 1992. Parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:

W = 1,25 MHz Bandwidth

Rb = 9600 kbps data bit rate

g = 5 – 7 dB threshold Eb/No

h = -166 dBm background thermal noise

Tx power MU = 23 dBm daya pancar maksimum MU

ht = 75 m tinggi efektif antena BS

hr = 1,5 tinggi efektif antena MU

fc = 900 MHz frekuensi kerja

Parameter sel di atas merupakan parameter yang dimiliki oleh semua sel CDMA dimana sel tersebut diasumsikan terletak didaerah urban dan merupakan sel omnidirectional dengan kontrol daya yang digunakan adalah open loop power control. Dari parameter-parameter diatas, nilai Rb, g , ht , hr , f bisa diubah sehingga program ini menjadi lebih fleksibel.

Model sel CDMA yang diamati dalam program program ditunjukkan oleh gambar 3.1.



3.3 Penjelasan Program Cell Breathing

Program ini pada dasarnya mensimulasikan pengaturan sinyal pilot Base Station untuk mempertahankan nilai Eb/No diatas nilai thershold 6 dB. Nilai threshold adalah nilai Eb/No terendah dimana komunikasi masih diijinkan.

Dalam program cell cell breathing ini diamati interferensi internal dan interferensi eksternal yang berturut-turut muncul akibat Mobile Unit aktif pada sel sendiri dan sel tetangga, radius sel yang dicapai saat pengamatan, perubahan sinyal pilot serta nilai Eb/No yang terjadi , jumlah user yang aktif dan handoff pada sel.

Perhitungan dalam program Cell Breathing ini bertitiktolak dari rumus (2.8) mengenai kapasitas sel CDMA.



Rumus diatas dapat ditulis kembali untuk mendapatkan Eb/No, menjadi :

.........................(3.1)

dimana :

n = Kapasitas sel

W = Bandwidth

R = Bit rate

Eb/No = Energi bit pernoise

S = level sinyal penerimaan

h = Background thermal noise

Berdasarkan rumusan diatas maka langkah-langkah perhitungan dalam program sel breathing ini adalah sebagai berikut

Menghitung interferensi eksternal dari sel sekeliling (I).

Interferensi eksternal dihitung dengan rumus (2.13) dan rumus (2.14).


Harga k untuk persamaan diatas dapat dihitung dari koordinat sel .

Sesuai dengan pola sel akan diamati maka koordinat sel untuk menghitung eksternal noise sel 1 seperti gambar 3.2 dibawah :


Misalkan faktor k untuk sel n adalah kn , maka:

= = 2

= = 2

= = 4

= =

= =

= =

Menghitung interferensi internal sel.

Apabila dalam suatu sel terdapat n buah Mobile Unit dengan daya pancar S maka interferensi internal sel tersebut adalah (n-1) dikalikan S.

Menghitung Eb/No untuk tiap-tiap sel.

Nilai Eb/No dapat dihitung dengan rumus (3.1).

Menghitung perubahan radius sel setelah sinyal pilot diatur.

Jari-jari sel ini didefinisikan sebagai jarak terjauh Mobile Unit dari Base Station dimana daya pancar Mobile Unit belum melewati batas maksimalnya yaitu 23 dBm.

Daya pancar Mobile Unit dihitung dengan rumus (2.3):





dimana TxPower adalah besarnya sinyal pilot Base Station dikurangi Path Loss.


...................(3.2)


Dari persamaan (2.3) dan (4.2) didapat :


.........................(3.3)


Dari Path Loss pada persamaan (4.3) didapatkan jari-jari sel , yaitu :


.......(3.4)

Dimana :

fc = 900 MHz (fc , frekuensi kerja , MHz)

ht = 100 m (ht, tinggi efektif antena BS,meter)

hr = 3 m (hr, tinggi efektif antena MU,meter)

d (d, jarak antara BS dan MU)

3.4 Diagram Alir Program Cell Breathing

Dalam program simulasi Cell Breathing ini tedapat 7 proses yang berjalan simultan. Masing-masing proses merupakan perhitungan untuk tiap-tiap sel. Diagram alir proses untuk tiap sel adalah sebagai berikut :


3.5 Program Perhitungan Breathing Sel Tunggal CDMA

Tujuan dari program ini adalah untuk menghitung perubahan yang terjadi pada suatu sel CDMA apabila user pada sel tersebut ditambah. Perubahan yang diamati adalah nilai Eb/No, jari-jari sel dan level sinyal pilot. Proses perhitungan pada program ini hampir sama dengan simulasi 7 sel cell breathing diatas hanya saja masukan pertambahan user tidak dilakukan secara acak oleh komputer melainkan dimasukkan sendiri oleh pemakai.

Diagram alir Programnya adalah :

3.6 Program Pelengkap

Program simulasi Cell Breathing ini juga dilengkapi dengan program perhitungan kapasitas sel dan simulasi power kontrol.


3.6.1 Program Perhitungan Kapasitas Sel

Tujuan dari program ini adalah untuk menghitung kapasitas sel CDMA. Untuk menghitung kapasitas sel CDMA dipakai rumus berikut:

..................(3.1)


dimana

N = Kapasitas sel

v = Voice Activity

W = Bandwidth

R = Bit rate

f = frequency reuse efficiency

Eb/No = Energi bit pernoise ( Arthur H. M. Ross, 1996)


Diagram alir Program Kapasitas Sel adalah:


3.6.2 Program Simulasi Power Kontrol CDMA

Tujuan dari program ini adalah untuk mensimulasikan power kontrol reverse link open loop pada sistim seluler CDMA. Input program ini adalah jarak Mobile Unit dengan Base Station yang didapat dengan membaca posisi cursor dari layar.

Diagram alir program Simulasi Power Kontrol adalah :


3.7 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir

| 1 comments ]

2.5 Kapasitas Seluler CDMA

2.5.1 Kapasitas Sel Tunggal CDMA

Kapasitas sel tunggal CDMA dapat dianalisa dengan tanpa memperhatikan interferensi dari sel-sel lain. Dengan mengansumsikan kontrol daya ideal, seluruh sinyal yang diterima Mobile Unit berada pada level yang sama. Untuk n buah Mobile Unit yang aktif, Base Station akan menerima sinyal yang diinginkan dengan daya S dan sebanyak (n-1) sinyal noise dengan daya sebesar S pula. Jadi didapatkan signal-to-noise ratio (S/N) sebesar :

……………(2.4)

Faktor yang lebih menunjukkan faktor keandalan sistem adalah (energi per bit / noise density).

………………………(2.5)

Sehingga kapasitas sel tunggal CDMA diberikan oleh persamaan (Gillhousen, 1991) :

……………………..(2.6)

dimana :

n = Kapasitas sel

X = Voice Activator

W = Bandwidth

R = Bit rate

Eb/No = Energi bit pernoise

S = level sinyal penerimaan

h = Background thermal noise

2.5.2 Kapasitas multisel CDMA

Untuk menghitung kapasitas multisel CDMA, interferensi dari sel lain (I) serta interferensi dari sel sendiri harus diperhitungkan yang dapat dinyatakan dengan (James X. Qiu dan Jon W. Mark, 1999) :

……………..(2.7)

……………..(2.8)

dimana I adalah interferensi eksternal dari sel-sel sekitarnya.

Kapasitas multisel CDMA yang ditunjukkan oleh persamaan (2.8) akan mencapai kapasitas maksimal jika harga dari Eb/No minimum.

2.6 Interferensi Eksternal pada Sel CDMA

Besarnya interferensi eksternal dapat dihitung sebagai berikut:

Diasumsikan pada sebuah sel dengan radius R terdapat sebanyak n buah user yang terdistribusi secara uniform (gambar 2.6) maka kepadatan dari sel tersebut adalah :

……………………….(2.9)

Daya total dari suatu sel yang memiliki user sebanyak n yang diterima sebagai interferensi pada Base Station sel yang berjarak adalah :

…………………………..(2.10)

dimana integrasi dilakukan untuk seluruh daerah cakupan sel, dengan :



……………………(2.11)



Sehingga akan diperoleh (Kyong Il Kim, 1994 ):

……………..(2.12)

……(2.13)

dimana :

D = jarak antara dua sel

R = radius sel

S = kuat sinyal Mobile Unit

Harga k pada persamaan (2.13) diatas dapat dicari dengan menggunakan persamaan dibawah , sesuai dengan gambar 2.7 :

. ........................................(2.14)




2.7 Konsep Cell Breathing

Kendala operasional yang dihadapi dalam penerapan seluler CDMA adalah tingkat interferensi yang terjadi sesuai dengan jumlah user pada sel tersebut. Dengan meningkatnya daya interferensi pada sel maka Mobile Unit yang terletak jauh dari Base Station akan kehabisan daya pancar sehingga tidak dapat mempertahankan nilai Eb/No yang diisyaratkan dan hubungan akan terputus.

Hal diatas dapat diatasi dengan cara memindahkan sejumlah user aktif yang terletak pada daerah perbatasan sel menuju sel yang memiliki jumlah user aktif yang lebih rendah sehingga kapasitas sistem yang dicapai dapat lebih optimum. Untuk memindahkan user aktif tersebut diperlukan adanya pengaturan sinyal pilot Base Station.

Peristiwa Cell Breathing pada sel CDMA ditunjukkan pada gambar 2.8. Apabila suatu sel sedang padat user maka interferensi pada sel tersebut akan meningkat. Interferensi yang terjadi akan menurunkan nilai Eb/No sistem. Menurunnya nilai Eb/No berarti menurunnya kualitas komunikasi yang terjadi. Pada kondisi ini Base Station akan menurunkan level sinyal pilotnya. Dengan turunnya sinyal pilot maka ukuran sel akan mengecil. User yang berada pada pinggir sel akan menerima pilot yang lebih kecil sehingga akan terjadi handoff ke sel tetangganya.


Mekanisme handoff yang digunakan pada pengontrolan sinyal pilot adalah sebagai berikut (James X. Qiu dan Jon W. Mark, 1999) :

Ketika suatu sel CDMA sedang padat dan interferensi yang muncul cukup untuk menurunkan Eb/No dibawah nilai threshold g , Base Station mulai menurunkan daya sinyal pilot.

User yang terletak pada daerah overlapping antar sel akan melakukan handoff menuju sel dengan sinyal pilot yang lebih tinggi.

Sinyal pilot tidak boleh turun hingga tak terbatas untuk tetap menjaga daerah overlapping antar sel yang berguna saat terjadinya handoff.

Daya sinyal pilot akan naik secara perlahan-lahan kembali jika nilai Eb/No telah berada diatas nilai threshold g .

Permintaan handoff tetap menjadi prioritas utama dibandingkan dengan permintaan pembicaraan yang baru.

Keuntungan algoritma diatas adalah:

Meminimalkan biaya. Masing-masing mobile unit mengukur kuat sinyal pilot tersebut untuk menetukan perlunya handoff. Ketika handoff diperlukan maka MU mengkomunikasikannya dengan Base Station untuk menginisialisasikan handoff. Jadi antar Base Station tidak perlu berkomunikasi untuk bertukar informasi.

Diharapkan Mobile Unit telah dilengkapi dengan proses pengukuran sinyal pilot sehingga tidak perlu lagi mengubah rangkaian pada Mobile Unit tersebut.

Prosedur Handoff yang terjadi tidak rumit.

Hanya diperlukan penambahan peralatan pada Base Station saja. Diperlukan adanya sistem kontrol umpan balik untuk mengatur kuat sinyal pilot sesuai dengan tingkat interferensi .

| 0 comments ]

2.2.2 Integrated Service-95 (IS-95)

Pada tahun 1991, Qualcom mendemonstrasikan sistim seluler digital CDMA sesuai dengan permintaan CTIA akan teknologi seluler generasi kedua. Hasil percobaan ini mendorong CTIA meminta TIA mengembangkan suatu standar seluler digital wide-band. TIA kemudian menetapkan IS-95 berdasarkan proposal yang diajukan oleh Qualcom. IS-96 dan IS-97 juga telah dirancang untuk menentukan perfoman serta metoda pengukuran Mobile Unit dan Base Station.

IS-95 (EIA/TIA, 1993) adalah spesifikasi air interface bedasarkan direct sequence(DS) CDMA. Pada CDMA, sebuah kanal band frekuensi lebar dipakai bersama oleh beberapa sinyal yang saling overlapping, dimana data-data yang ditransmisikan tersebut telah dikodekan oleh pseudorandom sequence.

Suatu kombinasi dari open loop power kontrol dan close loop power kontrol dipakai untuk mengatur daya pancar mobile unit pada level minimum. Power kontrol pada arah down link juga diterapkan pada sistim DS-CDMA. Path diversity dicapai dengan menerapkan soft handoff, suatu teknik perpindahan antar sel. Hal ini memungkinkan pemilihan path terbaik secara cepat pada saat mobile unit beralih sel.

Transmisi wide-band mengijinkan penerapan forward error correction yang baik (konvolusi encoding k = 9) dan modulasi (PN modulasi, Quadriphase pada arah downlink dan biphase pada uplink, berdasarkan ortogonal Walsh sequence dalam 64 dimensi). Untuk memproses sinyal multipath dipakai RAKE receiver.

Vocoder yang dipakai mempunyai kecepatan 8 Kbps yang variabel dengan code linear prediction (CELP) yang disebut QCLEP. Pemilihan bitrate tersebut (8, 4, 2 atau 1 Kbps) berdasarkan berdasarkan energi threshold dari sinyal masukan.

IS-95 telah diterapkan di Korea sebagai sistim seluler generasi kedua dan mulai dikomersialkan sejak tahun 1995.

2.3 Propagasi Gelombang Radio

Mekanisme propagasi gelombang sangat ditentukan oleh frekuensi gelombang yang dipancarkan serta lingkungan propagasi yang dilalui seperti pepohonan, perumahan, gedung, perbukitan maupun pegunungan. Akibat adanya variasi lingkungan tersebut maka lintasan gelombang transmisi antara pemancar dan penerima akan bervariasi dari lintasan langsung sampai lintasan tak langsung akibat dipantulkan maupun dihamburkannya gelombang tersebut.

Perkiraan rugi lintasan propagasi yang dilalui oleh gelombang yang terpancar dapat dihitung dengan rumusan Hata (Jerry D. Gibson, 1996) :

… (2.1)

………..… (2.2)

dimana :

150£ fc£ 1500 (fc , frekuensi kerja , MHz)

30 £ ht £ 2000 (ht, tinggi efektif antena BS,meter)

1 £ hr £ 10 (hr, tinggi efektif antena MU,meter)

1£ d£ 20 (d, jarak antara BS dan MU)

a(hr) (faktor koreksi untuk ketinggian antena terminal bergerak)

Persamaan (2.1) dan (2.2) merupakan rumusan Hatta yang digunakan untuk memperkirakan rugi lintasan propagasi pada daerah urban. Jika suatu harga path loss diketahui dari suatu hasil pengukuran, maka d yang merupakan radius sel dapat diketahui.

2.4 Kontrol Daya

2.4.1 Kontrol Daya pada Reverse Link

Kontrol daya pada reverse link dibutuhkan untuk menjamin sinyal yang diterima oleh Base Station memiliki level daya yang sama. Ada dua jenis kontrol daya yang digunakan pada arah reverse link , yaitu :

Open loop Power Control

Pada open loop power control Mobile Unit akan memperkirakan rugi lintasan propagasi dengan mengukur besar daya yang diterima. Hubungan antara besar daya yang diterima dengan daya sinyal yang dipancarkan oleh Mobile Unit dapat dituliskan sebagai berikut (Jerry D Gibson, 1996, hal 438):



……………(2.3)

dimana :

Rx = daya yang diterima oleh MU

Tx = daya yang dipancarkan oleh MU

Jika daya yang diterima oleh Mobile Unit meningkat maka daya yang dipancarkan oleh Mobile Unit akan turun agar persamaan diatas terpenuhi.

Proses kontrol daya open loop tersebut ditunjukkan pada gambar 2.4. Base Station memancarkan sinyal pilot kepada Mobile Unit . Mobile Unit akan mengukur level sinyal pilot tersebut. Berdasarkan level sinyal pilot yang diterima ini maka Mobile Unit mengatur daya pancarnya. Sesuai dengan rumus (2.3) maka apabila Mobile Unit menerima sinyal pilot yang kuat maka daya pancar Mobile Unit akan diturunkan. Sebaliknya apabila jarak Mobile Unit jauh dari Base Station maka level sinyal yang diterima akan lebih lemah sehingga Mobile Unit menaikkan daya pancarnya.



Sebagai contoh misalnya daya sinyal yang diterima oleh Mobile Unit adalah –90 dBm maka daya yang dipancarkan oleh Mobile Unit adalah 17 dBm. Daya pancar maksimal Mobile Unit adalah 23 dBm sesuai dengan produk QPC 800 dari Qualcom.

Close Loop Power Control

Dalam close loop power control yang digunakan sebagai acuan adalah perbandingan nilai Eb/No user dengan nilai threshold Eb/No, g . Jika nilai Eb/No yang dicapai oleh user diatas nilai g maka "down" akan dikirim oleh Base Station dan sebaliknya perintah "up" dikirim jika nilai Eb/No berada dibawah g .




Proses kontrol daya close loop ditunjukkan oleh gambar 2.5. Base Station akan mengukur kuat sinyal pancar Mobile Unit dan menghitung Eb/No Mobile Unit tersebut. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan metrik referensi serta Mobile Unit yang lain. Apabila nilai ini dibawah standar referensi maka Base Station mengirim perintah ‘up’ untuk menaikkan daya pancar Mobile Unit. Perintah ini diterima oleh Mobile Unit dan Mobile Unit mengatur kembali daya pancarnya sesuai dengan perintah tersebut. Perintah ini dikirim oleh Base Station setiap 1,25 ms (Jerry D Gibson, 1996).

2.4.2 Kontrol Daya pada Forward Link

Dalam sel tunggal CDMA kontrol daya pada forward link tidak dibutuhkan, namun untuk seluler CDMA dengan multisel kontrol daya merupakan hal yang sangat penting. Penggunaan kontrol daya pada foward link ini bertujuan untuk mengurangi interferensi pada sel tetangga yang muncul pada perbatasan antar sel.

| 0 comments ]

2.1 Perkembangan Sistem Seluler

Pada akhir abad 19 Heinrich Rudolf Hertz, Nicola Tesla, Alexander Popov, Eduard brandly, Oliver Lodge, Guglielmo Marconi, Adolphus Slaby, dan beberapa insinyur lainnya melakukan percobaan untuk memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetik. Pada tahun 1898 Tesla mendemonstrasikan perahu yang dikontrol radio. Pada tahun yang sama Marconi membangun jaringan telegraf tanpa kabel di Inggris. Kejadian ini dianggap sebagai kelahiran radio komunikasi.

Perkembangan sistem seluler dimulai pada tahun 1970 dimana Ericson memperkenalkan sistem NMT (Nordic Mobile Telephone) dan AT&T Bell Laboratories memperkenalkan AMPS (Advanced Mobile Phone Service). Pada tahun 1982, Conference of European Postal dan Telecomunications Administration (CEPT) mendirikan GSM untuk membuat standar seluler di Eropa.

Pada tahun 1988 CTIA (Celluler Telecommunications Industry Association) membutuhkan suatu sistem seluler baru untuk mengantisipasi peningkatan jumlah pelanggan seluler. Setelah melakukan pengembangan selama dua tahun maka ditetapkan standar IS-54 yang dikenal sebagai digital AMPS.

Digital AMPS juga dirasakan kurang memenuhi kebutuhan pelanggan, maka dikembangkan suatu sistem seluler baru yang menggunakan teknologi CDMA yaitu IS-95 pada 1992 oleh Qualcomm. Pemakaian teknologi CDMA ini memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut (Brian O' Shoughnessy, 1999) :

peningkatan kapasitas sistem

peningkatan kualitas suara

bersifat lebih pribadi dan aman

perencanaan sistem menjadi lebih sederhana karena tidak diperlukan perencanaan frekuensi yang kritis sehingga dapat menekan biaya

daya pancar lebih kecil sehingga waktu pemakaian baterai menjadi lebih lama dan lebih aman untuk kesehatan pemakai

interferensi dengan peralatan elektronik lain lebih kecil

2.2 Sistem Seluler CDMA

2.2.1 Teknik Spread Spectrum

Teknologi CDMA memfokuskan diri pada teknologi direct sequence spread spectrum. Direct sequence adalah suatu teknik spread spectrum dimana bandwidth ditambah dengan menambah kecepatan bit data. Hal ini dilakukan dengan mengalikan tiap-tiap bit dengan sejumlah subbit yang dinamai chips. Jika diasumsikan ada 10 bit, tiap bit dari sinyal asli dibagi dengan 10 bit terpisah (chips). Hasil dari proses ini akan meningkatkan kecepatan 10 kali lipat, dengan meningkatnya kecepatan data ini maka bandwidth akan meningkat 10 kali lipat juga.

Sinyal informasi dikalikan dengan Pseudo-Noise code (PN code). PN kode adalah rangkaian bit dengan kecepatan tinggi yang bernilai polar dari 1 ke –1 atau non polar 1 ke 0. Pemakaian sejumlah chip kode ini dimaksudkan untuk mendapatkan sinyal-sinyal dalam bit-bit kecil dalam kode PN dari sinyal asli. Hal ini dilakukan dengan mengalikan sinyal asli termodulasi dengan kode PN berkecepatan tinggi yang akan membagi sinyal menjadi bit-bit kecil, oleh karena itu lebar band menjadi bertambah. Proses tersebut diatas ditunjukkan pada gambar 2.1. Jumlah kode chip yang dipakai untuk melebarkan bandwidth berbanding lurus dengan jumlah chip yang digunakan.



Gambar 2.1 Proses pengkodean bit data dengan kode PN

Diasumsikan ada dua pemancar (gambar 2.2) yang mentransmisikan dua pesan berbeda, dianggap bahwa masing-masing pemancar merupakan handphone yang terpisah. Pesan M1(t) dan M2(t) sebagai fungsi waktu dimodulasikan dengan sinyal pembawa berfrekuensi tinggi. Pada sistem spread spectrum, sinyal pembawa yang dipakai untuk memodulasi mempunyai frekuensi yang sama. Keluaran dari modulator ini berupa sinyal S1 dan S2. Setelah modulator, sinyal tersebut dikalikan dengan kode PN-nya masing-masing, C1 dan C2. Dalam contoh ini dipakai kode PN yang bernilai -1 dan 1. Setelah disebarkan dalam bandwidth, masing-masing sinyal ditransmisikan. Karena banyak sinyal ditransmisikan dari transmiter yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, proses transmisi ini diwujudkan dengan penjumlahan spektrum secara sederhana.


>

Gambar 2.2 Sistem pemancar dan penerima CDMA

Pada bagian penerima, sinyal yang diterima akan berupa sinyal spread spectrum. Untuk mendapatkan kembali masing-masing pesan dalam sinyal tersebut maka dilakukan perkalian terhadap sinyal penerimaan tersebut dengan kode PN yang sesuai. Karena telah dipilih kode PN dalam rentangan -1 dan 1, teknik perkalian kode PN ini akan bekerja dengan sempurna. Karena sinyal asli pada pemancar telah

dikalikan dengan kode PN, dan kembali dikalikan dengan kode PN yang sama pada penerima, maka kode PN yang lain dapat dihilangkan dari pesan yang diterima. Gambar 2.3 mengilustrasikan bagaimana kode PN dieliminasi.





Dengan mengeliminasi kode PN maka akan didapatkan pesan yang diinginkan dari sinyal spread spectrum tersebut. Rangkaian penerima yang melakukan hal ini disebut correlator. Correlator akan menurunkan kembali sinyal spread spectrum menjadi sinyal asli dengan band sempit yang berpusat pada frekuensi pembawa pemodulasi. Siyal hasil proses ini kemudian dilewatkan pada band pass filter (BPF) pada frekuensi pembawa. Operasi ini dimaksudkan untuk mendapat kembali sinyal yang diinginkan dan menolak semua sinyal selain frekuensi sinyal yang diinginkan. Peristiwa penolakan ini dikenal dengan processing gain dari proses despreading correlation. Akhirnya sinyal akan didemodulasi untuk menghilangkan frekuensi carrier.

Processing gain adalah akibat langsung dari spreading dan despreading direct sequence pada sinyal radio. Ini mengacu kepada peningkatan signal-to-noise ratio (SNR), dan ini akan menentukan suksesnya komunikasi data. Processing gain meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah chip tiap bit data, dan ini bisa dimanipulasi dengan merancang sistem untuk mendapatkan efek yang diinginkan.

| 0 comments ]

1. Latar Belakang

Sistem seluler dewasa ini berkembang cukup pesat. Sistem seluler yang dipakai saat ini antara lain: AMPS (Advanced Mobile Phone Service) di amerika utara, MCS (Mobile Communications system) di Jepang, TACS (Total Access Communications System), GSM (Group Special Mobile), Spread-Spectrum CDMA (Code Division Multiple Access). Namun bila dilihat dari metoda akses yang digunakan, pada dasarnya ada 3 sistem seluler , yaitu: sistem seluler yang menggunakan metoda akses FDMA (Frequency Division Mulltiple Access), metoda akses TDMA (Time Division Multiple Access), dan metoda akses CDMA (Code Division Multiple Access) (Jerry D. Gibson, 1996).

Pada sistem FDMA, tiap kanal pembicaraan dibedakan berdasarkan pembagian frekuensi. Tiap-tiap kanal menempati satu frekuensi dengan lebar band 30 KHz. Jadi hanya satu pemakai yang dapat memakai kanal frekuensi tersebut dalam setiap waktunya. Teknik FDMA dipakai pada sistem seluler analog seperti AMPS dan TACS. Sedangkan pada sistem TDMA menerapkan pembagian waktu untuk meningkatkan kapasitas sistem. Satu kanal frekuensi dibagi lagi menjadi beberapa time slot sehingga kapasitas sistem lebih meningkat. TDMA diterapkan antara lain pada seluler GSM dimana satu band frekuensi dibagi menjadi delapan time slot. Lain halnya dengan CDMA, semua pemakai seluler memakai frekuensi pancar yang sama dengan lebar band 1,25 MHz dimana masing-masing kanal dibedakan oleh kode unik tertentu.

Pengembangan dan penggunaan teknik multiple acces CDMA dalam komunikasi seluler didasari oleh pertimbangan meningkatnya kebutuhan komunikasi seluler dewasa ini. Kapasitas kanal sistem seluler yang sudah diterapkan selama ini mulai mengalami keterbatasan (Brian O' Shoughnessy, 1999) .

CDMA adalah teknik modulasi dan multiple access berdasarkan teknik spread spectrum direct sequence dimana pengiriman sinyal menduduki lebar pita frekuensi melebihi spektrum minimal yang dibutuhkan (Arthur. H. M. Ross, 1999). Teknik spread spectrum pada awalnya digunakan untuk kebutuhan militer karena memiliki kelebihan mampu mengatasi jamming dengan baik. Pada tahun 1955 teknik akses CDMA mulai digunakan secara komersial terutama setelah diluncurkan IS-95 pada tahun 1992 oleh Qualcomn (Jerry D. Gibson, 1996).

Kapasitas seluler CDMA sangat dipengaruhi oleh interferensi yang terjadi. Interferensi ini disebabkan oleh daya pancar Mobile Unit pada sel tersebut dan interferensi dari Mobile Unit pada sel sekitarnya. Interferensi ini akan menurunkan nilai Eb/No sistem. Apabila nilai Eb/No turun dibawah nilai threshold maka hubungan komunikasi akan terputus.

Pada daerah urban dimana jumlah pelanggan cukup besar maka tingkat interferensi yang terjadi juga besar. Hal ini akan menurunkan tingkat kualitas layanan komunikasi seluler. Untuk memecahkan masalah ini maka dilakukan pengaturan sinyal pilot Base Station yang mengacu kepada Cell Breathing.

Cell Breathing adalah peristiwa mengembang dan menciutnya cakupan sel CDMA sesuai dengan jumlah trafik yang terjadi. Apabila trafik tinggi maka sinyal pilot Base Station diturunkan sehingga ukuran sel menyempit. Apabila trafik ada pada kondisi normal maka sinyal pilot dinaikkan pada level normal sehingga ukuran sel kembali seperti semula.

Pengaturan sinyal pilot Base Station juga akan menyebabkan lebih banyak terjadinya handoff . Handoff yang terjadi akan menguntungkan sel yang sedang padat user karena intererferensi yang terjadi akan berkurang. Hal ini akan secara langsung menaikkan nilai Eb/No sel tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana membuat program simulasi cell breathing untuk menggambarkan mengembang dan menciutnya daerah cakupan sel CDMA.

Tujuan

Tujuannya dari pembuatan program simulasi ini adalah untuk memberikan pemahaman bahwa sel CDMA bisa mengembang dan menciut sesuai dengan trafik yang terjadi pada saat itu. Dalam program ini akan disimulasikan suatu algoritma pengaturan sinyal pilot untuk menambah fleksibilitas sel terhadap fluktuasi trafik.

1.4 Manfaat

Program simulasi cell breathing ini diharapkan dapat digunakan sebagai program bantu dalam perancangan sel CDMA sehingga sel yang dirancang mampu mengakomodasikan trafik yang ada secara optimal.

1.5 Batasan Masalah

Perancangan sistem dalam program cell breathing ini hanya dilakukan untuk arah reverse link, yaitu dari Mobile Unit menuju Base Station. Parameter-parameter yang digunakan dalam penyusunan program cell breathing ini diasumsikan sebagai berikut:

Sel CDMA yang diamati berada pada daerah urban

Sel CDMA tersebut merupakan sel omnidirectional

Kontrol daya yang digunakan adalah power kontrol reverse link open loop

Jumlah sel yang diamati adalah 7 sel

Software yang digunakan adalah Bahasa Delphi

Loss propagasi dihitung dengan persamaan Okumura-Hatta

Lebar band yang digunakan adalah 1,25 MHz pada frekuensi 800 MHz sesuai dengan standar IS-95

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat, batasan masalah, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibahas mengenai perkembangan sistem seluler, sistem seluler CDMA, teknik spread spectrum, standar IS-95, loss propagasi, Power kontrol, kapasitas sel dan konsep breathing seluler CDMA.

BAB III METODE PERANCANGAN PROGRAM SIMULASI CELL BREATHING

Dalam bab ini diuraikan metode yang dipakai dalam penyusunan program simulasi komputer yang akan dibuat dan penetapan parameter-parameter sistim seluler yang dipakai.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menampilkan pembahasan dari hasil program simulasi cell breathing yang dibuat.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan hasil pembahasan program cell breathing tersebut.